Nilai Konservasi Tinggi dan Stok Karbon Tinggi untuk Perlindungan Keanekaragaman Hayati Indonesia

Potensi Keanekaragaman Hayati sebagai Aset Ekonomi

Biodiversity yang Indonesia miliki merupakan biodiversity terbesar di dunia. Apabila dibandingkan dengan negara lain, seperti amazon yang berupa dataran, sedangkan di indonesia mulai dari gunung sampai ke laut yang sangat dalam, dan indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari banyak pulau, jadi selain besar namun juga sangat unik dan juga endemic.

Manfaat keanekaragaman hayati yaitu: pangan, kesehatan, serat, energi, air, sumber genetic, siklus nutrisi, pembentukan tanah, penyerap karbon dan pengatur kadar gas di atmosfer, pengntrol iklim, pengontrol penyakit, perlindungan terhadap bencana alam, pengontrol erosi, nilai spiritual, sumber pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai estetika, rekreasi, dan basis industry pariwisata.

Masyarakat dunia sudah tau tentang pentingnya biodiversity ini dengan dikeluarkannya konvesi perubahan iklim yang berhubungan dengan biodiversity, selain itu ada juga konvesi tentang biologi diversity dan konvesi tentang upaya manusia menghilangkan desertifikasi. Bangsa yang memahami nilai SDA akan menjadi leader di bidang kesehatan dan juga pangan.

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi ekowisata yang sangat besar. 30% pariwisata di Indonesia ada hubungannya dengan ekowisata dan nature tourism. Pariwisata di Indonesia kemungkinan besar akan menjadi nomor 1 di tahun 2025 dan akan memberikan pendapatan terbesar nomor 1 di Indonesia. Oleh karena itu, sebagai negara dengan mega biodiversity Indonesia harus menjaga keanekaragaman biodiversitasnya agar terjaga pula pariwisatanya. Biodiversitas dapat terjaga dengan berkurangnya jumlah emisi di udara. Karena banyaknya emisi menyebabkan perubahan iklim yang sangat berdampak pada biodiversitas. Dampak perubahan iklim terhadap biodeversitas contohnya pada satwa liar yaitu :

-       Mempengaruhi kebugaran dan kesuksesan reproduksi.

-       Menciptakan fragmentasi dan kehilangan habitat.

-       Mengganggu proses migrasi satwa.

-       Gangguan fisiologis satwa.

-       Menyebabkan populasi atau kontaminasi.

-       Contoh lainnya perubahan iklim berdampak pada komodo. Pengingkatan suhu sebanyak 1 ℃ mengakibatkan banyaknya virus dan bakteri yang terdapat dikolam-kolam komodo.

 

Konsep Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT) sebagai Dasar Pengelolaan Konservasi Keanekaragaman Hayati

Outline

-       Tentang Daemeter

-       Nilai Konservasi Tinggi

-       Stok Karbon Tinggi

-       Mengapa NKT dan SKT Penting dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati

Tentang Daemeter

Daemeter merupakan konsultan yang didikan di akhir tahun 2007 dan idenya adalah cara bisa menerjemahkan konsep-konsepsi ECV ke lapangan. Jadi bagaimana sebenarnya ini dimaknai di dalam operasional HPH, HTI ataupun perkebunan sawit. Daemeter ini berkantor di Bogor dan punya lima jenis service, terutama pada di lanskap-lanskap yurisdiksi. Kebanyakan membantu donor ataupun koalisi atau asosiasi private sektor di satu daerah untuk misalnya Kabupaten Siak dan Pelalawan sebagai satu yurisdiksi bisa melaksanakan prinsip-prinsip sustainability di daerahnya. Jadi pemerintah daerah ini dibantu untuk memformulasikan polusi-polusi yang mengatur perusahaan-perusahaan pengelola sumber daya alam terutama seperti HTI, perkebunan sawit atau HPH dan lain sebagainya untuk mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan sehingga semua komoditas yang keluar dari wilayah itu bisa dianggap sustainable dan bertanggung jawab.

service yang kedua tentang inovasi dan investasi, jadi daemeter bekerja dengan financial institution, cara memperbaiki semacam persyaratan kredit karena misalnya sudah ditandatangani ekuator prinsip tapi bagaimana menterjemahkan atau cara berkontribusi di dalam perbaikan pengelolaan sumber daya alam.

Service ketiga tentang smallholders and livelihoods, dalam setting sustainability principle inner di evesi atau RSPO, smallholders menjadi penting sebagai pihak yang diedukasi supaya mereka tidak terlempar dari supply Chains yang sedang dibangun oleh perusahaan-perusahaan untuk lebih sustainable jadi kita mendampingi mereka untuk melakukan ECV tingkat yang lebih sederhana dan juga cara memahami prinsip di dalam operasional smallhoders.

Kemudian ada responsible sourcing dan production sebagian besar  kliennya adalah frivat sektor yang punya komitmen untuk sustainability sehingga di dalam rantai passwordnya itu juga ingin menjamin mereka bersih. Jadi diadakan smallholder. Kemudian yang terakhir membantu para pihak untuk melakukan low carbon development karena dipelajari dari negara-negara maju agar tidak menjadi seperti itu, bahwa bisa dilakukan pembangunan tapi tetap memperhatikan aspek-aspek lingkungan terutama untuk kontrol emisi gas rumah kaca. Jadi ceritanya ingin dibantu komitmen Pemerintah Indonesia untuk mereduksi gas rumah kaca.

Nilai Konservasi Tinggi (NKT)

Pada tahun 1999 FSC (Forest Stewardship Council) memperkenalkan HCVF (Hig Conservation Value Forest) istilah di dalam prinsip 9. HCVF merupakan standar setting organization untuk mengelola hutan dengan lebih bertanggung jawab atau sustainable. Kegiatan di dalam area HCVF harus menjaga atau meningkatkan nilai konservasinya. Prinsip ini sebenarnya banyak sekali interpretasinya. Kemudian ada upaya-upaya dari penggiat evesi untuk membangun sebuah tim untuk menterjemahkan dengan lebih clear tentang nilai konservasi. ketika dilakukan uji coba dan sebagainya, ternyata nilai konservasi itu tidak saja berada di kawasan hutan atau di wilayah yang berhutan tapi juga ada di wilayah-wilayah yang lain misalnya seperti Savana dan sebagainya. Fokusnya adalah bagaimana nilai konservasi itu dibentuk dan wilayahnya itu bisa hutan ataupun nonhutan. Pertama-tama dikeluarkan oleh evesi kemudian diadopsi oleh standar-standar yang lain. Jadi ada penggunaan NKT di luar kehutanan jadi di luar evesi, di luar setting Polres manajemen. Jadi ada berbagai komoditas pertanian misalnya kayak gula, sawit kemudian ada aquacultur yang menggunakan pendekatan ini untuk lebih clear mengelola lahan tersebut. NKT diadopsi sebagai kebijakan perusahaan. Biasanya perusahaan-perusahaan yang punya komitmen untuk NKT, mereka punya pendekatan NKT ini sebagai alat bantunya untuk melindungi wilayah-wilayah yang punya nilai konservasi.

Konsep NKT

HCV adalah nilai-nilai konservasi yang ada di satu wilayah jadi dibagi menjadi:

HCV 1: keragaman jenis/biodiversity

Pada konteks Indonesia bisa dilihat satwa satwanya dan bisa diihat kekayaan tumbuhannya. konsentrasi keanekaragaman biologis yang mencakup spesies endemik, langka terancam atau terancam punah yang signifikan pada level global, regional, atau nasional. Biasanya masih ada di taman nasional di kawasan lindung hutan lindung dan sebagainya. Contohnya seperti bunga bangkai, nepenthes, tanaman madu yang sudah mulai langka, badak, gajah, harimau sumatera dan lain sebagainya.

HCV 2: ekosistem tingkat lanskap, mozaik, dan intact forest landscapes

Di Indonesia masih banyak wilayah-wilayah yang punya HCV 2 itu didefinisikan sebagai kalau di Gaiden International jika ada 50.000 hektar hutan yang belum terganggu maka ia akan punya intact forest landscapes, tetapi kalau di Indonesia sudah agak berbeda. Sehingga kita menurunkan nilai landscape itu, apabila sudah lebih dari 20.000 hektar. Ekosistem dan mosaic ekosistem pada level lanskap yang luas yang memiliki signifikasi pada tingkat global, regional atau nasional, dan memiliki populasi yang layak dari Sebagian besar spesies alami serta memiliki pola persebaran dan jumlah yang alami. Jadi prakteknya apabila dilihat ada wilayah yang belum terfragmentasi dan belum terdegradasi dalam skala luas, kalau di Indonesia batasnya 20.000 ha kalau di international 50.000 hektar, maka wilayah tersebut punya HVC 2 dan sebagian besar contoh penilaian yang kita lakukan jarang sekali melihat HCV 2 di Indonesia kecuali di wilayah-wilayah hutan di Papua atau sebagian kecil di Kalimantan karena rata-rata sudah terfragmentasi.

HCV 3: ekosistem dan habitat

Misalnya seperti hutan kerangas dan hutan-hutan yang sangat endemik di Indonesia akan digolongkan sebagai wilayah yang memiliki HCV 3. Contohnya di Indonesia yaitu kerangas di Kalimantan Barat., ditemukan pada saat dilakukan salah satu asesmen apabila dilihat sekilas terlihat seperti belukar tapi kalau kita lihat ternyata merupakan flora yang dilindungi yang khas yang tumbuh di hutan kerangas jadi tidak ada lagi tumbuh di jenis hutan yang lain.

HCV 4: jasa lingkungan dan ekosistem

Jadi misalnya seperti wilayah yang bisa mencegah banjir, mencegah kebakaran, contoh di negara luar mencegah angin topan dan sebagainya itu digolongkan sebagai wilayah yang mempunyai HCV 4.

HCV 5: kebutuhan dasar masyarakat.

Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar dilihat dari sandang, pangan, dan papan. Namun pada evesi ini lebih di detailkan lagi. Situs dan sumberdaya yang fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar masyaraakt lokal atau masyarakat lokal atau masyarakat adat (untuk mata pencaharian, kesehatan, makanan, air, dan lain-lain), yang terudentifikasi melalui interaksi dengan komunitas atau masyakarat adat terkait.

HCV 6: nilai budaya

jadi wilayah-wilayah yang dipakai oleh masyarakat untuk kebutuhan budayanya. Misalnya kalau kita lihat di Kalimantan ada apa sebidang wilayah atau hutan yang menjadi wilayah tempat tinggalnya burung rangkong, karena mereka butuh bulunya untuk kegiatan-kegiatan sehari-hari atau upacara. terus semacam patung-patung yang di taruh di wilayah hutan Mereka dan adat biasanya itu untuk persembahan. Meskipun ada konversi dari agama nenek moyang ke agama modern, maksudnya dari dinamisme, animisme di masyarakat tetap dilakukan hal tersebut untuk menjumpai nenek moyangnya. Wilayah-wilayah tersebut yang digolongkan sebagai wilayah yang punya nilai budaya dan perlu dikonservasi.

Proses Penilaian NKT

1.    Identifikasi: apakah ada NKT di tingkat lanskap? Apakah ada NKT di tingkat unit management?

2.    Pengelolaan: apa yang harus kita lakukan dalam pengelolaan untuk mempertahankan nilai?

3.    Pemantauan: apakah pengelolaan kitab isa mempertahankan nilai? Pengelolaan adaptif apa yang harus kita perlukan?

NKT di Indonesia

-       Lebih dari 15 tahun “learning by doing

-       HCV toolkit for Indonesia (2003)

-       HCV toolkit revised and updated in 2008

-       Lebih dari 200 penilaian telah dilaksanakan

-       Berbagai skala dari unit management hingga tingkat landscape.

Prasayarat dalam Proses Penilaian

-       Penilaian NKT perlu dilakukan oleh orang yang memiliki kualifiaksi

-       Salah satu bentuk kualifikasi dalam melakukan penilaian NKT adalah dengan menjadi penilai dengan lisensi ALS (Assessor Licensing Scheme)

-       Lisensi ALS didapatkan dari HCV Resource Network.

Stok Karbon Tinggi (High Carbon Stock)

High carbon stock approach adalah alat untuk membedakan antara kawasan hutan dengan kawasan yang sudah terdegradasi nilai karbon dan keanekaragaman hayatinya. Dikembangkan menjadi alat yang praktis, transparan, kuat, dan kredible secara ilmiah. Bertujuan untuk melaksanakan komitmen Nol Deforestasi di daerah tropis, dengan tetap menghargai hak-hak dan penghidupan masyarakat lokal. Alat perencanaan penggunaan lahan bukan meruapakan penialaian terhadap karbon.

Perbandingan HCV dan HCSA

Pada dasarnya, HCV dan HCSA harus digunakan secara bersamaan di lanskap tropis yang terdegradasi. HCSA menyatukan HCV, FPIC, pemetaan masyarakat ke dalam sebuah rencana konservasi dan penggunaan lahan terpadu (ICLUP)

Ringkasan

NKT dan SKT nerupakan pendekatan yang digunakan oleh komoditas berbasis lahan untuk menyeimbangkan kepentingan lingkungan dan sosial. NKT dan SKT dapat memperluas wilayah konservasi di luar kawasan konservasi. Selain itu, NKT dan SKT merupakan alat yang fleksibel untuk mempromosikan bisnis yang bertanggungjawab dan pembangunan berkelanjutan. NKT dan SKT Merupakan Langkah awal untuk kegiatan sertifikasi (RSPO dan sebagainya). Hingga saat ini pengelolaan NKT dan SKT masih banyak dilakukan dalam skala unit management. Perlu dilakukan pengelolaan dalam skala yang lebih luas untuk menjamin efektivitas tujuan konservasi.

 

Sumber:

Belantara Learning Series Episode 3 

Komentar